Sabtu, 18 Juli 2009

HADITS PADA MASA SAHABAT

Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat,khususnya Khulafa Ar-Rasyidin(Abu baker,Umar bin Khattab,Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi thalib),yaitu sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H.Pada masa ini perhatian sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an,periwayatan hadis belum begitu berkembang dan masih dibatasi. Oleh karena itu,para ulama menganggap masa ini sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan(At-Tasabbut wa Al-Iqlal min Ar-Riwayah).

1. MENJAGA PESAN RASULULLAH

Pada masa menjelang akhir kerasulanya, Rasulullah SAW.berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis serta mengajarkanya kepada orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:

“Telah aku tinggyalkan untuk kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah(Al-Quran) dan sunnah Rasul-nya.” (HR.Hakim)"

Dan sabdanya pulayang artinya:

“sampaikan dariku walaupun satu ayat atau satu hadis.”(HR.Bukhori)"

Pesan rasul itu dipegang erat-erat oleh para sahabat, sehingga segala perhatian mereka tercurah untuk melaksanakan dan memelihara pesan tersebut.Kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW. dibuktikan dengan ketaatan mereka dalam melaksanakan segala yang dicontohkan beliau.

2. BERHATI-HATI DALAM MERIWAYATKAN DAN MENERIMA HADIS

Perhatian para sahabat pada masa ini terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan Al-Quran. Ini terbukti dengan dilakukanya pembukuan Al-Quran pada masa Abu Bakar atas saran Umar bin Khattab. Namun,sikap memusatkan perhatian terhadap Al-Quran tidak berate bahwa mereka lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Mereka tetap memelihara hadis sepertihalnya hadis-hadis yang diterima dari Rasulullah SAW. secara utuh ketika beliau masih hidup. Akan tetapi,dalam meriwayatkanya mereka sangat berhati-hati dan membatasi diri.
Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat, disebabkan kekhawatiran mereka akan terjadinya kekeliruan pada hadis.Mereka menyadari bahwa hadis merupakan sumber tasyri’ setelah Al-Quran yang harus terjaga dari kekeliruanya sebagaimana Al-Quran. Oleh karena itu, para sahabat,khususnya Khulafa Ar-rasyidin (Abu Bakar,Usman,Umar dan Ali) dan sahabat lainya, Azzubair, Ibnu Abbas, dan Abu Ubaidah berusaha memperketat periwayatan dan penerimaan hadis.
Pada masa ini belum ada usaha untuk menghimpun hadis dalam satu kitab, sepertihalnya Al-Quran. Hal ini disebabkan agar umat islam tidak memalingkan perhatian atau kekhususan mereka dalam mempelajari Al-Quran. Selain itu, para sahabat yang banyak menerima hadis Rasulullah SAW.sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan islam,dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan untuk mengumpulkan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainya, bahwa membukukan hadis dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat.

3. PERIWAYATAN HADIS DENGAN LAFAL DAN MAKNA

Pembatasan dan penyederhanaan periwayatan hadis, yang ditujukan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatianya, bukan berarti bahwa mereka tidak meriwayatkan hadis-hadis Rasul itu sama sekali. Tapi, dalam batas-batas tertentu, hadis-hadis itu diriwayatkan, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari atau dalam soal ibadah dan muamalah. Namun, periwayatan tersebut dilakukan setelah meniti dengan ketat pembawa hadis dan kebenaran isi matanya.

a. Periwayatan lafzhi
Periwayatan lafzhi adalah periwayatan hadis yang matanya persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW. ini hanya bisa dilakukan apabila mereka benar-benar menghapal hadis yang disabdakan Rasulullah SAW.
Kebanyakan para sahabat menempuh periwayatan hadis dengan jalan ini. Mereka berusaha agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi dari Rasulullah SAW.Dan bukan menurut redaksi mereka.Dalam hal ini Umar bin Khattab pernah berkata:
“Barang siapa yang mendengar hadis dari Rasulullah SAW. Kemudian ia meriwayatkanya sesuai yang ia dengar, maka ia akan selamat.”
Diantara para sahabat yang paling menuntut periwayatan hadis dengan lafzhi adalah Ibnu Umar.

b. Periwayatan Maknawi
Para sahabat lainya berpendapat bahwa dalam keadaan darurat karena tidak hafal persisseperti yang diwurudkan Rasulullah SAW.dibolehkan meriwayatkan hadis secara maknawi.periwayatan maknawi artinya periwayatan hadis yang matanya tidak sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW. Tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW.
Meskipun demikian, parasahabat melakukanya dengan sangat hati-hati. Ibnu Mas’ud misalnya, ketika ia meriwayatkan hadis, ia menggunakan term-term tertentu untuk menguatkan penukilanya, seperti dengan kata qala Rasulullah SAW hakadza atau qala Rasulullah SAW qariban min hadza.
Periwayatan hadis dengan maknawi mengakibatkan munculnya hadis-hadis yang redaksinya antara satu hadis dengan hadis lainya berbeda-beda, meskipun maksud dan maknanya tetap sama. Hal ini sangat bergantung pada parasahabat atau generasi berikutnya yang meriwayatkan hadis-hadis tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar