Sabtu, 18 Juli 2009

HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW.

Membicarakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits bertujuan untuk mengangkat fakta dan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah kemudian secara periodic pada masa-masa sahabat dan tabi’in.
Apabila membicarakan hadits pada masa Rasulullah berarti membicarakan hadits pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan berkaitan langsung dengan pribadi Rasulullah sebagai sumber hadits. Rasulullah telah membina umatnya selama 23 tahun. Mas aini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus di-wurud-kannya hadits. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai ahli waris pertama ajaran Islam.

Wahyu yang diturunkan Allah SWT. kepada Rasulullah dijelaskannya melalui perkataan (aqwal),perbuatan (af’al), dan-taqrir-nya, sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat dapat dijadikan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka. Pada masa ini Rasulullah merupakan contoh satu-satunya bagi para sahabat, karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaaan selaku Rasul Allah SWT. yang berbeda dengan manusia lainnya.

1. CARA RASUL MENYAMPAIKAN HADITS

Ada satu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat Islam dapat secara langsung memperoleh hadits dari Rasulullah sebagai sumber hadits. Pada masa ini tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuan mereka.
Ada beberapa cara yang digunakan Rasulullah dalam menyampaikan hadits kepada para sahabat, yaitu :
Pertama, melalui para jama’ah yang berada di pusat pembinaan atau majelis al-ilmi. Melalui majelis ini, para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits secara langsung dari Rasulullah.
Kedua, dalam banyak kesempatan, Rasulullah juga menyampaikan haditsnya melalui para sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain. Hal ini terjadi ketika beliau mewurudkan hadits, hanya beberapa sahabat yang hadir, baik karena disengaja oleh Rasulullah atau memang kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadits-hadits yang ditulis oleh Abdullah Amr bin Al-As. Untuk hal-hal tertentu yang berkaitan dengan keluarga dan kebutuhan biologis (terutama menyangkut hubungan suami- istri), beliau menyampaikannya melalui istri-istrinya. Begitu pula dengan sahabat, jika mereka segan bertanya kepada Rasulullah, dalam hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, mereka seringkali bertanya kepada istri-istri beliau.
Ketiga, cara lain yang dilakukan Rasulullah adalah melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan Fathu Makkah.

2. MENGHAFAL DAN MENULIS HADITS

a. Menghapal Hadits
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-Qur’an dan hadits sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasulullah menggunakan jalan yang berbeda. Terhadap Al-Qur’an beliau mengintruksikan kepada sahabatnya supaya menulis dan menghapalnya. Sedangkan terhadap hadits, beliau menyuruh mereka menghapal dan melarang menulisnya secara resmi. Dalam hal ini, beliau bersabda yang artinya :

“Apa saja yang kalian tulis apa saja dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja yang diterima dariku. Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka”
(HR. Muslim dan Abu Said Al-khuzri )

Maka para sahabat berusaha menhhapal hadits yang diterima dari Rasulullah dengan sungguh-sungguh. Mereka sangat takut dengan ancaman Rasulullah sehingga berusah agar tidak melakukan kekeliruan terhadap apa yang diterimanya.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada sahabat dalam kegiatan menghapal hadits ini, yaitu :
1. Kegiatan menghapal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisi sejak masa pra Islam dan mereka terkenal kuat hapalannya.
2. Rasulullah banyak memberikan spirit melalui doa-doanya.
3. Seringkali beliau menjanjikan kebaikan akhirat bagi mereka yang menghapal hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.

b. Menulis Hadits

Sekalipun ada larangan Rasulullah untuk menulis hadits seperti disebutkan dalam hadits Abu Said Al-Khuzri di atas, ternyata ada sejumlah sahabat yang mempunyai catatan-catatan hadits. Di antara mereka adalah :
1) Abdullah bin Amr bin Al-As memiliki hadits yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rasulullah, sehingga dinamakan As-Sahihah As-Sadiqah.
2) Jabir bin Abdullah bin Amr Al-Anshari (w. 78 H) memiliki catatan hadits dari Rasulullah tentang manasik haji yang kemudian diriwayatkan oleh Muslim dan dikenal dengan Sahifah Jabir.
3) Abu Huroiroh Ad-Dausi (w. 58 H) memiliki catatan hadits yang diwariskan kepada putranya yang bernama Hamman dan dikenal dengan As-Sahifah As-Shahihah.
4) Abu Syah (Umar bin Sa’ad Al-Anmari) seorang penduduk Yaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar